Budidaya udang, ikan Bandeng, Nila Merah dan Rumput Laut menjadi komoditas budidaya air payau yang sedang difokuskan pengembangannya oleh Dinas Perikanan Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) kedepan. Terdapat dua kecamatan yang masyarakatnnya dominan menggeluti dan menggantung hidup di sektor ini dan menjadikannya sebagai sumber pendapatan utama.
PLT Kadis Perikanan Kolut, Zakaria Bakrie mengatakan, dua kecamatan tersebut meliputi Watunohu dengan luas area budidaya 829,7 Hektare (Ha) dan Pakue 841,6 Ha. Lebih rincinya, terdapat 1,311 orang dari total 20,39 pembudidaya seluruh nelayan yang terdapat di beberapa kecamatan lainnya. “Di dua kecamatan itu (Watunohu dan Pakue) sekitar 64,29% pelaku budidaya. Saya pikir agar wajar jika perhatian lebih condong ke sana,” ujarnya, akhir pekan lalu.
Secara umum sambung Zakaria Bakrie, Data 2018 di instansinya tercatat lahan tambak budidaya air payau seluas kurang lebih 8445 Ha. 6580,8 Ha disebutkan terkelola dimana zona terluas terdapat di Pakue Raya dengan luasan total 2408,8 Ha atau sekitar 36,6 persen. (Li)
Selain Watunohu dan Pakue, Pakue Tengah dikalkulasi seluas 323,5 Ha, Pakue Utara 192,5 Ha, Batuputih 207,5 Ha, dan Tolala 14,0 Ha. Zakaria mengatakan saat ini dibutuhkan sinergitas baik pemerintah, pihak swasta dan masyarakat guna mengakselerasi potensi pesisir yang belum optimal. “Kami pikir semua pihak terkait perlu konsisten dalam perannya masing-masing untuk mendorong sektor perikanan darat ini,”tutur kadis yang baru menjabat itu.
Menurutnya, hal lain yang juga perlu dilakukan yakni survey atau kajian akademik terkait kesusuaian lahan baik menyangkut struktur dan komposisi substrat, keragaman jenis makrozoobenthos, aspek fisika-kimia tanah dan air. Alasannya karena diyakini luas hamparan pesisir di Kolut memiliki perbedaan sifat dan karakter lahan.
Menurut Zakaria, komoditas ikan lainnya yang sejatinya hidup di air tawar namun bisa diadaptasi untuk perairan payau juga potensi menjanjikan. Kelebihannya karena nilai jualnya bisa dua kali lipat dari harga ikan Bandeng dan dengan siklus budidaya yang lebih singkat sekitar tiga bulanan. “Itu beratnya tiga sampai empat Kg,” imbuhnya.
Hal yang juga menjanjikan tutup Zakaria yakni budaya rumput laut dan kepiting di Kolut. Hanya saja pembudidaya belum familiar tentang itu meski punya nilai ekonomi yang baik dan cukup tinggi. “Pemangku kebijakan daerah harus proaktif mensosialisasikannya, membuat demplot dan menelusuri pasarnya,” pungkasnya. (Li)